Review: Film Dilan 1990 (2018)

by - Jumat, Januari 26, 2018

Akhirnya saya sukses nonton film Dilan 1990 di hari pertama pemutarannya di bioskop, 25 Januari 2018! Sungguh beruntung, saya berhasil mendapat seat - bahkan aplikasi Go-tix mencatat penjualan tiket di hari pertama sudah mencapai 6000an, itupun baru di seputaran bioskop CGV Bandung! So, bagaimana sih filmnya?

Diangkat dari novel karya 'Ayah' Pidi Baiq yang berjudul sama; Dilan: Dia Adalah Dilanku 1990 - film Dilan 1990 menceritakan seorang wanita bernama Milea yang menarasikan kenangan masa SMA-nya dimana dia harus pindah sekolah dari Jakarta ke Bandung. Di sekolah yang baru dia bertemu dengan sosok Dilan, salah satu murid di sekolahnya yang berkarakter unik namun berhasil membuatnya jatuh cinta.


Secara keseluruhan, gaya penceritaan film ini sama seperti novelnya; mengambil sudut pandang Milea sebagai narator sekaligus pemeran utama. Novel Dilan sendiri merupakan sebuah trilogi, dan Dilan 1990 merupakan bagian pertamanya.

Namun memang yang bikin kontroversial beberapa waktu lalu adalah: siapakah aktor dan aktris yang bakalan membintangi kedua sosok yang adorable ini; Dilan dan Milea? Hal itu juga yang bikin awalnya saya skeptis dengan film Dilan 1990 ini; antara iya-iya, nggak-nggak, pokoknya asa hoream. 

Tau sendiri donk, kalau novel Dilan: Dia Adalah Dilanku 1990 ini memang fantastis banget, baru seminggu meluncur di pasaran juga sudah sold out sampai harus langsung cetak ulang.

Saya sendiri juga pembaca novel Dilan: Dia Adalah Dilanku 1990. Buat saya, kekuatan novel ini di antaranya terletak pada; gaya penceritaan yang ringan (seperti buku harian), detail suasana yang terdeskripsi dengan apik, serta karakter Milea yang so sweet, tidak lupa adanya ilustrasi yang membuat lembar demi lembar tidak monoton. 

Untuk klimaks cerita, menurut saya tidak terlalu rumit - hal ini yang bikin novel ini pas banget buat remaja, namun sukses bikin baper!

Nah, bagian baper ini yang jadi masalah; sosok Dilan ini memang kuat banget membuat imajinasi para pembacanya jadi liar dan menjadi-jadi. Dilan yang cool, misterius, tapi romantis dan puitis, sopan ke orang tua namun juga doyan berantem, soleh tapi kok ya anggota geng motor yang demen tawuran. Yaelah, sungguh kombinasi yang bikin greget, sungguh too good to be true!

Dan kenyataan itu tiba ketika sosok Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan, alias Iqbaal CJR jadi Dilan, I was like, #eeeaaaa. Kayak hilang hasrat gitu lho. Menurut saya, menurut saya lhoo ya, Iqbaal itu terlalu manis, lugu dan bukannya dulu dia cita-cita mau jadi ustad-kan? Ya, ngga cocok aja gitu, wajah dia dengan pembawaan alim ujug-ujug jadi preman. 

Cuman, ok-lah, karena denger-denger 'Ayah' Pidi Baiq ikut serta dalam menentukan peran Iqbaal CJR sendiri, bahkan ikut mendampingi dalam setiap scene Iqbaal - yang mana beliau selalu memberi pengarahan ke Iqbaal tentang bagaimana sosok Dilan yang seharusnya, jadi ya, saya pikir; let's give him a chance.


SINOPSIS

Milea (Vanesha Prescilla) menceritakan masa lalunya ketika ayahnya (M Farhan) yang seorang prajurit TNI harus pindah tugas dari Jakarta ke Bandung. Mileapun pindah, juga dibarengi Ibunya (Happy Salma) dan Airin, adik perempuannya.

Di sekolah barunya, Milea dikejutkan dengan sosok Dilan (Iqbaal CJR) yang belum pernah dikenalnya namun dengan berani mendekatinya. Dengan gaya sok kenal, Dilan berlagak seorang yang sangat mengenal Milea, mengiriminya surat bahkan mendatangi rumahnya.

Antara bingung, risih, namun penasaran, belakangan Milea secara sembunyi-sembunyi suka dengan perhatian juga puisi yang diberikan Dilan. Milea membandingkan Dilan dengan Beni (Brandon Salim), pacarnya di Jakarta, yang hanya bisa mengutip puisi Kahlil Gibran.

Waktu berjalan, Milea semakin akrab dengan Dilan; telponan setiap malam, membuat Milea semakin jatuh hati pada Dilan.

Kisah romantis mereka tentunya tidak berjalan mulus semudah itu, masih ada Beni, Nandan (teman sekelas Milea yang naksir dirinya), juga geng motor Dilan.


DARI JAIM HINGGA SENYUM SENDIRI

Awalnya saya menantang diri sendiri untuk tidak memberikan ekspresi apapun selama nonton film Dilan 1990, iyalah, sayakan sudah tidak remaja - pikir saya, jadi saya berusaha keras meluruskan hati agar tidak baper. Hahaha!

Apalagi banyak adegan yang cukup serupa dengan novelnya, belum lagi trailer yang banyak mengeluarkan adegan kunci, membuat beberapa bagian film sudah tidak surprise. So, sedikit-sedikit saya sudah bisa menebak alur ceritanya, sehingga, ya, harusnya, saya ngga boleh baper donk? Bukan begitu?

Laelah, nyatanya saya bolak-balik nyengir, cengengesan, sampe sedih sendiri nontonnya! Kok bisa gitu ya? Saya sendiri sampai kaget.

Saya sendiri suka dengan pemeran Milea, Vanesha Prescilla, buat saya, plek-ketiplek dengan gaya Milea di Novel. Cantik, aktingnya alami dengan gaya yang tidak dibuat-buat. Walaupun ada beberapa adegan yang terlihat masih agak kaku - namun banyak kali chemistrynya ketika sedang berinteraksi dengan Dilan itu dapet banget.

Malahan suaranya yang lembut, manja, dan ngegemesin bikin saya bingung, bagian mana yang membuat Milea sampai dikatain keganjenan oleh Beni? Tega bener, mas.

Di titik ini saya berpendapat bahwa Dilan dan Beni mempunyai sisi psycho-nya masing-masing. Yang satu ujug-ujug ngedeketin, protektif sambil nempel-nempel cewek tanpa cara perkenalan yang lazim, satunya lagi punya sifat obsesif sekaligus posesif yang ekstrim. Yaelah Milea, daya tarikmu kok ke tipe cowok model begitu?

Ngomongin Beni, ah sudahlah, kegantengan Brandon Salim itu memang ngga bisa disangkal, aktingnya juga pas! Cocok banget jadi tipikal cowok belagu yang sok keren. Da emang aslinya juga keren kok, he has that level of confidence aslina oge Hahaha.


SIMPLE TAPI SMOOTH

Film Dilan 1990 buat saya ngga neko-neko, walaupun ada beberapa plot hole (masalah utama kalau dari novel ya, banyak sisi yang tidak tersampaikan secara total). Tapi dengan adegan demi adegan yang berkesinambungan, ngga banyak ngomong ngelantur yang bikin  ngantuk. Jalan cerita film ini bisa dibilang menarik.

Walaupun setting tempatnya ngga muluk-muluk; hampir semuanya di Bandung, tapi tidak mengurangi prestige cerita. Beberapa yang saya ngeh ada di daerah Asia Afrika dan Siliwangi, lokasinya hanya seputaran rumah, sekolah, warung, pasar, dan sedikit ITB. Pengambilan angle nya cakep-cakep. Bahkan melihat scene batagor dan kerupuk yang tiap hari dimakan juga mampu bikin saya jadi lapar di bioskop. Rasa Bandungnya, lumayan dapetlah.

Adegan adanya serangan ke sekolah Milea oleh sekolah lain, sebenarnya ngga terlihat ekstrem ataupun ngeri, malah mengada-ada dan kurang bermakna aja gitu, ngelemparin batunya random abis, tapi karena pengambilan yang rapi, well buat saya terlihat ok-lah.

Tidak lupa, saya suka dengan pengaturan latar musiknya, buat saya penempatannya secara keseluruhan cukup pas di setiap adegan, seimbang - ngga saling nutupin, tapi berhasil membangun dan melengkapi suasana. Apalagi setiap adegan Milea lagi duaan sama Dilan, duh, bikin ser-ser-an. Hahaha!

Dan seketika saya lupa umur!

SUNGGUH DILAN YANG BAPERABLE

Dan sekarang, mari kita ngomongin Iqbaal yang jadi Dilan ini. Saya ngga nyangka lho kalau Iqbaal bisa lancar nyarios Sunda, bahasa Sundanya terdengar fasih kayak yang bukan lagi kuliah di Amerika gitu. Yang bikin saya ngakak malah; si Dilan ini kalau ngomong bahasa Indonesia terdengar weird tapi kalau ngomong Sunda malah etes banget. Kamu teh beneran lagi kuliah di Amrik-kan, Iqbaal?

Kalau melihat dari trailer-nya, memang sosok Dilan yang diperankan Iqbaal ini mengundang ke-awkward-an yang hakiki, karena terlihat dipaksakan, saya sampe cengo berkepanjangan dan berpikir bahwa lebih bener parodian trailer Dilan daripada Dilan yang asli.

Well, mungkin kalau di trailer kita nontonnya setengah-setengah. Padahal kalau di filmnya, lumayan manis sih pembawaan Iqbaal, walaupun sisi rebel-nya tetep agak kepaksa dan belum klik gitu.

Setelah saya nonton aslinya, gayanya Iqbaal dalam memerankan Dilan ini memberikan pergeseran sebuah arti ketengilan menjadi daya tarik. Senyuman smirk ala-ala Dilan itu malah bikin penonton wanita jadi "Awwwww-" di bioskop. Dan, makin lama, dialognya juga makin bikin para wanita jadi trenyuh - walaupun jujur semua kalimat puitis Dilan itu bikin dilema; bikin kuping getek, tapi sebagai wanita aku sukak! Hahaha!

Yang pasti, secara keseluruhan, Iqbaal sukses membuat wanita (saya contohnya) rela dikejar-kejar cowok psycho yang ujug-ujug ngeramal "Kita bakal ketemu" padahal kenal aja kagak. Bahkan membuat cewek sepintar Milea (iyalah pintar, da target kuliah juga di ITB) jadi kleper-kleper hanya dikasi TTS receh dan segambreng puisi. Ya, terkadang kaum wanita memang sesimple itu kok dirayunya.

Bandingkan dengan zaman sekarang tiba-tiba ada cowok ikutan naik angkot, sambil bilang:

"Milea kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu, ngga tau kalau sore,"
Sia maneh? Hayang digampar?!

Tapi jujur, memang karakter Dilan ini too good to be true, cintanya ke Milea di film ini terasa mendalam banget - walau boys will be boys, saat acara minta cium misalnya - tapi di sisi lain, Iqbaal sudah sukses menampilkan sosok pria 'preman' berhati lembut dan penyayang.

Ya iyalah, kalau cowoknya secakep adek Iqbaal, sapa sih yang nolak. #Eeeeaaaaaa.

Satu kekurangan, Iqbaal masih kurang berisi aja badannya, jadi pas ada adegan perkelahian, kurang macho aja gitu. Tapi sikap jantannya sih, ya bolelah udah bisa bikin beberapa cewek di bioskop kege-eran.

OTHER THAN THAT...

So far, yahh.. Iqbaal, hampir-hampirlah jadi Dilan dalam imajinasi saya - kecuali bodynya.

Biar tulisan ini tidak semakin panjang, yang pasti untuk pemilihan karakter masing-masing menurut saya sudah cukup pas, walaupun Mas Farhan pembawaannya ngga kayak seorang prajurit TNI, dan Zara JKT48 yang jadi adiknya Dilan, terlalu hype banget - tapi dia cute abis. Not to mention, Kang Ridwan Kamil yang hanya sekelibat muncul tapi mampu bikin warga Bandung merasa bangga.

Untuk make up, menurut saya semua alis pemeran wanitanya termasuk cetar untuk ukuran tahun 1990. Belum lagi bulu mata palsunya Ira Wibowo, yaelah, sangar bingits! Tapi untungnya semua pada cakep dan cantik-cantik.


DILAN 1990
Sutradara: Fajar Bustomi
Produser: Ody Mulya
Rilis: 25 Januari 2018
Diangkat dari Novel: Dilan: Dia Adalah Dilanku 1990
Karya: Pidi Baiq
Pemeran:
Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan
Vanesha Prescilla
Durasi: 1 jam 45 menit
Genre: Romantis, Remaja

Penasaran mau nonton Dilan 1990?


You May Also Like

9 komentar

  1. Jadi penasaran dengan bulu mata palsunya Ira Wibowo hehehe .. Buahbatu banyak disorot gak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Buahbatu sering banget kesebut, rumahnya Milea juga agak familiar daerahnya, tapi saya mendadak lupa dimana hehehe...

      Hapus
  2. saya suka setting tahunnya, jd inget masa muda cieee hahahha.

    BalasHapus
  3. Aku penasaran pingin nonton Dilan, kemarin kayaknya rame banget di bioskop Mandala, aku tapi belum bisa nonton, huhu

    BalasHapus
  4. Dulu pemeran Dilan sempat kontroversi yah, tapi tetap yang mainin tokoh Dilan juga Iqbal

    BalasHapus
  5. Aku penasaran pengen nonton. Pengen ngerasain baper ala remaja lagi. Halah ��

    BalasHapus
  6. ketika tahu yg jadi Dilan adalah iqbal, rusak imajinasiku dari buku yang kubaca, ...tapi baca review ini...oke deh..aku coba nonton :)

    BalasHapus
  7. dilan berhasil bikin emak-emak ikutan baper :D

    BalasHapus
  8. Sejak nonton film nya januari lalu, aku jadi ngefans sama Iqbal mbak :) hahaha... dedek-dedek gemes ya ^^

    BalasHapus

Selamat berkomentar, tinggalkan link pada username. Link yang berada di dalam kolom komentar akan dihapus. (Feel free to comment and put your link on your username ONLY instead comment box area, otherwise deleted).